Cinta yang bersengketa dengan Absurditas

 Semerbak sekali kata cinta bagi mereka yang menenun kisahnya dengan tambahan satu karakter aneh dalam panggung sandiwaranya. Si nona manis itu tiba-tiba muncul, merampas naskah yang sudah dirancang begitu puitis. Nona manis itu mengambil segenggam pasir, menghitungnya satu per satu dengan jari-jari lentiknya, lalu membuangnya ke angin, seakan-akan di dunia ini hanya perlu melihatnya saja, bukan butiran-butiran kecil pasir yang mengandung rahasia alam semesta. Entah siapa pemilik nona manis itu, aku pribadi tidak tahu. Yang ku tahu hanyalah dia datang dengan ketidakjelasan yang menggetarkan, dan aku menutupnya dengan secercah tawaran misterius.

Aku melihat dia berbahagia dengan kenalpot racing milik pacarnya, namun di balik kebisingan itu ada yang aneh dengan telinganya yang berkilau seperti antena TV rusak. Dia menyukai gorilla, aku juga suka dengan gorilla, meski beda konteks—aku lebih suka gorilla dalam gaun tutu yang menari di bawah bulan purnama. Pedih sekali mata ini melihat nona bermantel darah merah itu berjalan bersama banteng liar di hutan hujan Amazon, rasa-rasanya mata ini disiram merica hingga aku buta oleh harapan-harapan kecil yang tersembunyi di balik senyumnya.

Awalnya ku pikir ini hanya perkara waktu yang ingin sekali ku tinju seperti punching bag, namun ternyata bukan sekadar waktu, ini mungkin persoalan cinta yang melekat seperti lem super. Aku ingin menjadi kuntilanak yang menggentayangi kamarmu, bukan karena nafsu, tapi hanya ingin selalu dekat denganmu. Jika kamu sedang berganti baju atau selesai mandi, biarkan aku meminta bantuan dari dewa-dewa penutup mata agar aku bisa tetap menghormati privasimu.

Nona, gajah yang baru dilepaskan di Afrika sedang mengalami krisis eksistensial, kamu kan makhluk Tuhan yang sempurna di mataku, tolonglah gajah itu agar menemukan jati dirinya kembali. Aku yakin dirimu bisa menghidupkan kembali harapan yang telah pupus di semak belukar.

Sebentar lagi aku pergi ke Sumatra untuk membantu kakek dan nenek di sana. Sebelum aku pergi, mari kita berjalan ke taman untuk menghitung semut-semut yang banyak dan bilang kepada mereka bahwa mereka adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan ciptakan. Selama aku menjadi anak yang tak tahu aturan, pengalamanku sungguh mengasyikkan. Berburu mammoth, T-Rex, kalajengking raksasa, dan hantu—semua itu kuhadapi dengan senyuman, meskipun ujungnya adalah maut. Tapi percayalah, maut itu adalah lawan yang juga berharap untuk dikalahkan. Dan aku sadar, selagi kau ada di dunia yang serba diskon ini, kau bisa menolongku dengan ramuan ajaib yang kau simpan untuk badak bercula satu yang menyamar sebagai kera di Brazil.

Mari kita menari bersama dalam absurditas ini, di bawah langit yang berkelap-kelip dengan bintang-bintang yang berdansa tango, sementara angin berbisik rahasia-rahasia kosmis yang hanya bisa dimengerti oleh hati yang gila cinta.

Komentar

Postingan Populer