Cinta dalam Bentuk Abstrak: Menghadapi Realitas yang Menindas
Semua itu terangkum indah oleh kata cinta dan keresahan, dua konsep yang tampaknya berlawanan tetapi selalu berjalan berdampingan. Cinta adalah sumber segala kekacauan, namun juga satu-satunya yang bisa memberi makna pada kekosongan yang ditinggalkan keresahan. Derrida akan mengatakan bahwa cinta, seperti bahasa, selalu terurai; tak pernah bisa dipahami sepenuhnya. Setiap pencinta adalah seniman, tetapi lebih sering mereka melukis ketidakpastian daripada kejelasan. Mereka ingin melukiskan keindahan dari mulanya kanvas kosong nan putih, menjadi banyak coretan ekspresi atau kelembutan setiap lekuk garis yang dibuat. Namun, apakah keindahan benar-benar tercipta, atau hanyalah ilusi yang kita bangun dari dekonstruksi makna?
Banyak instrumen-instrumen cinta yang mengagung-agungkan cinta, seperti sebuah simfoni yang terus-menerus membunyikan notasi yang sama, berharap agar harmoni itu tidak pudar. Seperti bunga mawar yang baru mekar setelah tiga dekade lamanya, cinta membutuhkan waktu untuk berkembang, namun seringkali layu bahkan sebelum sempat dipetik. Derrida akan menantang gagasan tentang keutuhan ini. Apa yang disebut cinta mungkin hanyalah efek dari keterpisahan, sebuah dekonstruksi dari kebutuhan manusia untuk mengisi kekosongan eksistensial.
Ungkapan cinta itu adalah bentuk satir yang indah, di mana pengungkap memberikan harapan agar sang pendengar membuahkan harapan. Tetapi apakah harapan itu sendiri benar-benar ada, ataukah itu hanyalah tanda yang terus merujuk pada tanda lain, tanpa pernah mencapai maknanya yang final? Derrida akan mengatakan bahwa cinta, seperti segala sesuatu dalam bahasa, selalu tertunda, selalu "tertangguhkan" (différance), selalu berada di antara harapan dan pemenuhan yang tak pernah sampai. Kita mencintai, bukan karena kita memahami cinta, tetapi karena kita tidak mampu memahami ketidakpastian yang ia bawa. Cinta adalah sebuah proses dekonstruksi, di mana setiap lapisan harapan dan kekecewaan saling tumpang tindih, membentuk sesuatu yang lebih menyerupai sebuah permainan tanda-tanda daripada sebuah realitas yang bisa dipegang.
Pada akhirnya, cinta adalah absurditas yang kita pilih untuk percayai, sebuah karya seni yang tak pernah selesai. Sama seperti Banksy yang lebih suka meninggalkan karyanya di malam hari, di saat dunia tertidur, kita juga memilih untuk mencintai di dalam ketidaktahuan, di antara bayang-bayang ketidakpastian. Karya itu mungkin tidak akan pernah selesai, tetapi justru di sanalah seni cinta berada di dalam proses, di dalam ketidakmungkinan untuk pernah benar-benar memahami atau menyelesaikannya.
Komentar
Posting Komentar