Spiritualitas Hippie: Tuhan Sang Maha Santai
Selamat datang di alam semesta yang penuh cinta, damai, dan kebebasan! Atau, setidaknya itu yang kita harapkan, bukan? Mari kita duduk bersama, di bawah pohon besar atau di bawah pohon ceri, dengan kaki telanjang dan menyentuh langsung dengan tanah, dan marilah kita mulai berbicara dengan sesuatu yang lebih besar dari ego kita atau ukuran keberhasilan kita. Oh ya, mari kita berbicara tentang Tuhan, Sang Maha Kasih, Sang Pencipta, yang pasti akan nampak keren karena Dia sudah bekerja keras untuk menciptakan hal indah ini, termasuk cinta, langit biru, nasi padang, dan tentu saja, festival musik.
Lalu, siapa Tuhan itu sebenarnya? Masing-masing dari kita mungkin punya gambaran yang khas tentang Tuhan, mungkin ada yang menggambarkan-Nya dengan sosok tua berwajah serius yang duduk di atas awan, mengatur hidup kita layaknya sebuah permainan catur kosmik. Tapi, mari kita reframe itu sedikit. Tuhan yang saya tahu, adalah seorang seniman kosmik yang santai. Dia tidak peduli dengan segala drama kecil yang kita ciptakan. Apakah kita berpakaian dengan gaya punk, rockabilly, memakai dasi, atau tanpa alas kaki sama sekali, Tuhan tetap hanya melihat hati kita. Meskipun jujur saja, saya pikir Tuhan lebih suka melihat kita dalam tie-dye dan sandal. Bukankah itu lebih santai?
Jika kita berbicara tentang cinta, mari kita pikirkan tentang ajaran Tuhan. Cinta adalah inti dari segala hal, bukan? Bukankah itu terdengar seperti sesuatu yang bisa diambil langsung dari manifesto para kaum hippie tahun 60-an? “Make love, not war” bukan hanya slogan, tapi mungkin itu bisa menjadi versi pendek dari sebuah khotbah di bukit. Yesus sudah menyampaikan sejak lama sebelum kita mengacungkan dua jari kita ke udara dan mengatakan peace. Mencintai musuh? Mengampuni yang bersalah? Itu jelas gaya hippie tingkat atas jika diartikan secara harfiah.
Namun, kita terlalu sering lupa tentang cinta yang membebaskan ini. Sebagai manusia modern, kita lebih sibuk mengejar like di media sosial (termasuk saya) dan berlomba siapa yang paling benar dalam debat di internet. Dan di tengah semua itu, kita sepertinya lupa bahwa Tuhan tidak meminta kita untuk menjadi hakim satu sama lain. Sebaliknya, Dia mengatakan, “Cintailah sesamamu.” Bukankah itu lebih mudah daripada berdebat soal siapa yang spiritual atau siapa yang punya argumen teologis yang lebih keren?
Dan mari berbicara tentang kebebasan. Para hippie menyebutnya sebagai kebebasan jiwa. Saya yakin Tuhan juga pasti setuju (semoga saja). Kebebasan sejati bukan berarti kita bisa melakukan apapun tanpa batas, seperti menghabiskan uang untuk berselancar ditumpukan keju, atau mandi dengan 500 liter susu. Tapi, yang ingin dikatakan adalah tentang kebebasan hidup tanpa memiliki rasa takut dan penuh cinta, bebas dari kebencian, bebas dari prasangka, dan ya, mungkin bebas dari beberapa halangan yang kita ciptakan sendiri. Bukankah itu menjadi sesuatu seperti paket lengkap.
Oh ada satu yang ketinggalan, tentang hubungan dengan alam, ini adalah bagian favorit para hippie. Sering mereka katakan bahwa kita harus “menyatu dengan alam, man.” Tapi, tunggu sebentar, bukankah itu sudah lama ada dalam kitab suci? Tuhan menciptakan alam semesta, jadi masuk akal kalau Dia ingin kita merawatnya. Tapi, anehnya, kita lebih sering suka menghancurkannya daripada merawatnya. Kita menanam gedung-gedung tinggi, lalu mulai bertanya-tanya kenapa kita merasa jauh dari Tuhan. Mungkin, karena kita sibuk memotong semua pohon yang seharusnya menghubungkan kita dengan Sang Pencipta?
Sebenarnya dengan ketidak sandaran kita, Tuhan sudah memberi kita semua instrumen yang kita butuhkan untuk hidup dalam damai: cinta, alam, kebebasan. Tapi, sering kali kita membuatnya lebih rumit. Kita berbicara tentang ajaran Tuhan seolah-olah itu adalah soal-soal ujian yang sangat sulit, ketika sebenarnya, Dia hanya meminta kita untuk mencintai lebih banyak dan menilai lebih sedikit. Simpel kan? Tapi entah mengapa, kita selalu memperumitnya.
Mungkin, yang sekarang kita butuhkan hanyalah kembali ke dasar. Duduk di bawah pohon, merasakan angin sepoi-sepoi, dan hanya….diam. Merasakan keberadaan Tuhan dalam segala sesuatu, tanpa terlalu banyak peraturan, tanpa terlalu banyak beban pikiran. Tuhan itu sederhana, kita yang membuatnya tampak kompleks. Dia hanya ingin mencintai, hidup dengan damai, dan mungkin berhenti sejenak dari perlombaan hidup yang tiada habisnya.
Jadi, mari kita bersantai sedikit. Mari kita berhenti mencari Tuhan di tempat-tempat yang megah dan formal, dan mulai menemukannya dalam hal-hal kecil: dalam pelukan seorang teman, dalam senyum seseorang yang kita cintai, dalam seruputan kopi, dan dalam gemerisik daun yang ditiup angin. Tuhan tidak jauh, dia ada di sini, saat kita duduk di bawah pohon, mengobrol dengan alam, dan merasa damai dengan diri kita sendiri. Bukankah itu cukup hippie untuk kita semua?
#PEACE✌️🍀
Komentar
Posting Komentar