Menyadari yang Tersembunyi: Refleksi malam ini yang melibatkan Es teh


 Setelah mengerjakan beberapa tugas untuk akhir semester, tibalah waktu saya untuk berdiam sejenak dan mulai merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan hari ini. Hal ini juga berguna untuk mengingat jika ada janji yang terucap oleh mulut saya. Di tengah keheningan itu, saya mulai teringat pada salah satu pengalaman yang cukup menyentuh dan menggores batin saya. Yang saya maksud dengan "tergores" adalah bagaimana momen itu datang dan membuat saya berpikir ulang, bukan momen yang menghancurkan dalam dimensi negatif. “Oh ya, saya mengingat di mana saya merasakan duka dari seseorang yang berjualan es teh,” gumam saya saat ini.
Saya bersama kawan saya pada waktu itu membeli es teh untuk menemani malam kami yang dipenuhi dengan banyak tugas. Es teh yang kami biasa beli berada di lingkungan Indomaret Sagan, di mana es teh tersebut dilayani oleh seorang pria gemuk. Es teh itu terhitung enak dengan harga yang hanya tiga ribu rupiah, dan kami biasanya membeli di sana karena mungkin itulah opsi terdekat yang kami miliki untuk menghilangkan dahaga kami. Tidak ada yang salah dengan es teh yang kami beli, begitu juga dengan gelas dan harganya. 
Namun, sesaat saya merenung menatap pria gemuk itu yang sedang asyik meramu es teh yang kami pesan. Nampak dari wajahnya yang lelah dan tidak bersemangat, karena waktu sudah malam. Pria itu masih berusaha untuk tetap ramah kepada kami, menanyakan pesanan kami dengan nada yang lembut. Saya bukan ahli dalam membaca emosional atau kondisi seseorang, saya hanya terbiasa memperhatikan orang. Tak ada yang aneh di sini, namun keanehan itu muncul ketika saya bergumam dalam hati tentang betapa pilunya penjual es teh itu yang masih bekerja hingga larut malam.
Indomaret sudah hampir tutup dan jalanan mulai sepi, namun gerai itu masih terbuka dan menerima pelanggan. Pria yang gemuk itu menarik perhatian saya dan membuat saya berpikir bahwa perjuangan hingga mati bukanlah sekadar slogan para ksatria yang berzirah. Pria itu menunjukkan kepada saya, meskipun ia tidak membicarakannya. Bau keringat yang menempel di bajunya adalah bukti bahwa pria itu sudah bekerja sejak pagi atau mungkin siang hari untuk berjualan.
Dengan hanya sedikit perhatian, saya menyadari bahwa perjuangan hidup tidak selalu terlihat mencolok. Terkadang, perjuangan itu hadir dalam bentuk yang sederhana, bahkan dalam rutinitas sehari-hari yang tidak pernah mendapat sorotan. Apa yang dilakukan oleh pria itu mungkin tidak dianggap luar biasa oleh banyak orang, namun bagi saya, momen tersebut mengingatkan akan pentingnya menghargai usaha dan kerja keras orang lain, terutama mereka yang bekerja tanpa banyak pamrih atau perhatian.

Komentar

Postingan Populer