Aku Merasa, tapi aku tidak tahu apa
Aku duduk sore-sore, memandang langit yang mulai malas berwarna biru. Di depan gelas kopi, aku hanya diam. Lalu aku bertanya dalam hati: "Apa yang sebenarnya aku rasakan?" Lucu, ya. Aku merasa... merasa sesuatu. Tapi aku tidak tahu apa. Kadang rasanya seperti ada yang hilang. Tapi aku juga tidak tahu apa yang hilang. Mungkin dompet, mungkin semangat, mungkin orang yang aku pikirkan — atau mungkin semua itu hanya imajinasi. Aku pernah merasa lapar, lalu makan. Tapi setelah makan, rasa kosong itu tetap ada. Lalu aku berpikir, mungkin aku tidak lapar. Mungkin aku cuma butuh perhatian. Tapi perhatian dari siapa? Aku pun tidak tahu. Aku mencoba membaca salah satu buku filsafat. Katanya, hidup adalah pencarian makna. Oke. Aku mencari makna. Tapi yang aku temukan hanya tanda tanya yang semakin panjang. Katanya lagi, perasaan itu adalah pengalaman subyektif. Hebat sekali para filsuf itu. Mereka bisa membuat hal yang sederhana terdengar rumit, dan yang rumit terasa tak mungkin dijelaskan. Aku iri. Aku hanya bisa merasakan, tapi tidak bisa menjelaskan. Kadang rasanya seperti sedih, tapi tidak cukup sedih untuk menangis. Seperti hujan gerimis — basah, tapi tidak membuat kuyup. Hanya cukup membuatmu tidak nyaman. Atau mungkin aku hanya bosan. Tapi, aneh juga, bosan dengan apa? Aku punya banyak hal yang bisa kulakukan. Tapi semuanya terasa seperti pekerjaan rumah yang ditunda-tunda. Lalu aku berpikir, mungkin aku hanya kesepian. Tapi bahkan di tengah keramaian, aku tetap merasa ini. Jadi ini bukan sekadar kesepian. Ini semacam perasaan kosong yang punya wajah ramah, yang datang tanpa permisi, lalu duduk di sebelahmu seperti teman lama. Ia tidak mengganggu, tapi juga tidak pergi. Aku sempat curiga, jangan-jangan aku sedang jatuh cinta. Tapi jatuh cinta pada siapa? Aku tidak punya target. Lagipula, jatuh cinta biasanya disertai detak jantung yang cepat. Aku justru merasa jantungku malas berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku merasa... datar. Seperti jalan lurus tanpa tikungan, tanpa tanjakan.
Aku coba tanya ke diri sendiri: "Apa yang kamu mau?"
Dan jawaban dari hatiku hanya: "Entahlah."
Mungkin aku hanya terlalu banyak berpikir. Tapi kalau aku berhenti berpikir, justru ada rasa kosong yang lebih pekat. Jadi aku berpikir lagi. Aku mencari-cari rasa ini di sudut-sudut pikiran. Seperti mencari kunci rumah yang seharusnya ada di meja, tapi tidak ketemu, padahal sejak awal ternyata ada di saku celana. Aku sempat ingin menulis perasaan ini. Tapi ujung-ujungnya aku hanya menulis kalimat: "Aku merasa, tapi aku tidak tahu apa." Dan setelah itu, layar kosong. Aku udah coba tidur, setidaknya itu yang aku ingat dari beberapa perkataan temanku dahulu, ketika mereka mempunyai banyak pergumulan. Tapi bahkan di mimpi pun aku merasa... tidak tahu apa. Kadang aku iri pada orang-orang yang bisa menangis, berteriak, atau menulis puisi panjang tentang rasa mereka. Aku? Aku hanya duduk, diam, dan kadang-kadang menghela napas tanpa alasan. Aku bahkan mulai curiga, jangan-jangan ini semua cuma halusinasi. Tapi jika halusinasi, mengapa rasanya nyata? Seperti kabut yang bisa disentuh, padahal tidak pernah bisa digenggam. Mungkin, rasa ini adalah semacam perasaan universal yang datang pada siapa saja yang lupa caranya merasa. Mungkin ini adalah tanda bahwa aku terlalu sering mengabaikan perasaan-perasaan kecil, hingga mereka berkumpul dan datang bersama-sama, mengetuk pintu: "Halo, kami rasa-rasa kecil yang dulu kau abaikan. Sekarang kami datang bersama. Semoga kau pusing." Aku mencoba menghibur diri: mungkin perasaan ini tidak perlu dipecahkan. Mungkin ia hanya perlu dibiarkan lewat, seperti angin yang masuk dari jendela lalu keluar dari pintu. Tapi anehnya, angin ini betah berputar-putar di dalam kamar. Akhirnya, aku menyerah. Aku merasa, tapi aku tidak tahu apa. Dan aku rasa, mungkin itu tidak apa-apa. Perasaan memang tidak selalu butuh nama. Kadang, ia hanya butuh diakui keberadaannya. Aku menatap langit yang kini gelap. Aku mengangkat cangkir kopi yang sudah dingin. Dan aku tersenyum kecil. Entah kenapa.
"Akhirnya aku menyimpulkan: ini bukan perasaan galau, bukan juga cinta. Ini cuma efek samping dari terlalu banyak mikir sambil ngopi sendiri."
Komentar
Posting Komentar