Aku sendiri? Tak apa, kamu belum datang



Tak Apa, Kamu?

Sendiri itu bukan hukuman. Itu cuma status sementara. Kayak halte. Semua orang pernah nunggu di halte. Kadang lama, kadang sebentar. Kadang bus-nya lewat tapi penuh. Kadang bus-nya nggak lewat-lewat, tapi malah lewat kucing. Aku duduk aja di situ. Santai. Yang penting nggak kehujanan. Aku sering sendiri. Bukan karena aku sombong, tapi karena orang-orang kadang ribet sendiri. Mereka sibuk cari teman jalan, lalu di tengah jalan sibuk cari sinyal. Sibuk update story: "Lagi di sini." Aku? Lagi di sini juga, cuma bedanya aku nggak perlu kasih tahu semua orang. Toh, siapa juga yang peduli?
Ada teman yang nanya: "Sendiri terus, nggak bosan?"
Aku jawab: "Bosan sih, tapi kan kalau rame juga capek."
Dia ketawa. Aku juga ketawa. Habis itu dia pergi bareng pacarnya. Aku masih di situ. Duduk, ngopi, menatap angin yang lewat tanpa pamit. Sendiri itu bukan soal kesepian. Itu soal kesempatan. Kesempatan untuk tidak menjawab pertanyaan basa-basi, tidak pura-pura tertawa pada lelucon garing, dan tidak perlu menyusun kalimat manis yang ujung-ujungnya bikin gigi ngilu. Sendiri itu kebebasan. Kalau lapar ya makan. Kalau ngantuk ya tidur. Nggak perlu minta persetujuan siapa-siapa. Kadang aku mikir, mungkin Tuhan menciptakan sendiri supaya manusia belajar nggak ribet. Tapi manusia malah repot sendiri. Kalau sendiri, mereka buru-buru cari teman. Kalau punya teman, mereka curhat soal pengin sendiri. Manusia memang makhluk unik: dikasih hujan, minta panas; dikasih panas, minta hujan; dikasih senja, malah sibuk cari caption. Aku jalan sendiri. Kadang mampir ke taman, duduk di bangku kayu yang catnya mulai mengelupas. Ada pasangan duduk di sebelah, saling bisik-bisik, tertawa kecil. Aku menatap mereka sambil minum kopi sachet. Rasanya pahit. Aku suka pahit. Rasanya jujur.
"Kenapa kamu betah sendiri?"
Karena ramai belum tentu menyenangkan. Karena ribut belum tentu hangat. Kadang, suara paling berisik datang dari pikiran sendiri. Jadi aku pilih duduk tenang, dengerin burung berkicau, meskipun burungnya kadang fals. Aku tahu, cepat atau lambat, kamu akan datang. Bukan karena aku butuh, tapi karena mungkin kamu juga bosan cari-cari yang nggak jelas. Kita akan duduk di bangku yang sama. Mungkin kamu akan nanya: "Sudah lama nunggu?" Aku bakal jawab: "Nggak juga, aku sambil ngopi kok." Kita ketawa. Mungkin canggung, mungkin enggak. Tapi nggak apa-apa. Aku sudah terbiasa ngobrol dengan diri sendiri. Jadi ngobrol dengan kamu paling cuma beda topik.
Aku nggak punya daftar keinginan soal kamu. Orang-orang sibuk bikin checklist: harus cantik, pintar, sabar, rajin olahraga, humoris, bisa masak, paham kode. Aku? Cukup yang mau duduk bareng tanpa tanya-tanya: "Kamu kenapa diam?" Karena diam itu bukan masalah. Diam itu tanda bahwa kita nyaman. Atau lagi mikir mau makan apa. Aku sendiri? Tak apa. Kamu belum datang. Mungkin kamu lagi nyasar. Mungkin kamu lagi di warung, lagi mikir: "Beli kopi hitam atau kopi susu ya?" Santai aja. Aku juga belum tentu siap ketemu kamu hari ini. Lagipula, pertemuan yang terburu-buru seringkali berujung pada pertanyaan: "Kita mau ke mana sih?" dan akhirnya muter-muter tanpa arah. Aku tahu nanti, kalau kita bertemu, kita akan saling melihat dan bertanya-tanya dalam hati: "Ini dia?" Tapi kita pura-pura santai. Karena hidup itu memang penuh pura-pura yang lucu. Tapi tak apa. Aku sudah terbiasa.Kadang aku membayangkan, kalau kamu datang, jangan-jangan aku yang malah panik. Biasanya aku duduk sendirian, menikmati kopi, menertawakan orang yang selfie dengan angle aneh. Lalu kamu duduk di sebelahku, dan aku harus mulai memikirkan topik pembuka yang tidak garing. Sulit. Tapi mungkin, kalau kamu benar-benar yang aku tunggu, kita nggak perlu repot-repot cari topik. Kita cukup duduk, masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri, lalu sesekali tertawa karena hujan turun di luar dugaan. Aku sendiri? Ya, tak apa. Dunia ini sudah cukup ribut tanpa aku harus menambah keramaian yang tidak penting. Aku menunggu kamu, tapi tidak dengan gelisah. Aku menunggu kamu, tapi sambil menjalani hidup, berjalan ke mana kaki mau pergi, mampir ke warung yang pintunya setengah terbuka, mencoba teh manis hangat yang terlalu manis, tapi tetap diminum sampai habis.
Kalau nanti kamu datang, aku tidak akan bertanya: "Kenapa baru sekarang?" Aku cuma akan bilang: "Mau kopi hitam atau kopi susu?" Karena hidup ini terlalu singkat untuk menanyakan hal-hal yang sudah lewat. Lebih baik memikirkan apa yang mau dipesan. Jadi, aku sendiri? Tak apa. Kamu belum datang. Aku tidak terburu-buru. Aku tahu, pertemuan yang baik butuh waktu yang tepat. Dan sambil menunggu, aku masih punya kopi, bangku taman, hujan yang kadang turun seenaknya, dan tahu goreng hangat yang selalu bisa membuat sore menjadi lebih ramah. Dan kalau kamu tidak datang? Ya… aku pesan kopi lagi.

Komentar

Postingan Populer